JAKARTA – Eks Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Wamen ESDM) Arcandra Tahar memperkirakan empat sebab Tesla memilih suplai nikel dari Australia.
Tesla dan perusahaan pertambangan Australia BHP baru saja meneken kerja sama suplai nikel sebagai bahan baku baterai mobil listrik. Padahal, cadangan nikel di Indonesia adalah yang terbesar di dunia dan jauh melebihi cadangan nikel Australia.
“Kenapa Tesla memilih tambang nikel di Australia Barat, bukan di negara lain? Tidak ada yang tahu pasti kenapa kerja sama sangat strategis ini dimulai. Namun demikian, ada beberapa hal yang bisa menjadi petunjuk kenapa Tesla memilih BHP,” ujar Arcandra dalam akun Facebook resminya pada Selasa (27/7/2021).
Dugaan pertama adalah tekanan dari pemegang saham supaya pabrikan mobil listrik asal Amerika Serikat ini menunjukkan usaha dan berpartisipasi dalam mengurangi dampak perubahan iklim.
BHP, sebut Arcandra, merupakan salah satu perusahaan tambang yang sangat peduli lingkungan dan berstatus sebagai penambang nikel dengan CO2 terkecil.
Kedua, Wamen ESDM 2016-2019 ini menduga adanya kesamaan visi antara Tesla-BHP dalam mengatasi masalah kerusakan lingkungan akibat kegiatan bisnis yang tidak berorientasi ramah lingkungan.
Adapun dugaan ketiga adalah Tesla-BHP menganggap kolaborasi tersebut bakal menaikkan nilai saham kedua perusahaan.
“Dapat dibayangkan bagaimana reaksi investor apabila Tesla bekerja sama dengan penambang nikel yang tidak ramah lingkungan. Tesla bisa jadi mendapatkan harga nikel lebih murah, tapi kalau nilai sahamnya turun maka kerugian besar bagi Tesla,” tutur Arcandra.
Dugaan alasan terakhir dari Arcandra adalah adanya usaha sungguh-sungguh pemerintah Australia membantu perusahaan-perusahaan tambang mereka untuk berpartisipasi mengurangi dampak negatif perubahan iklim. Mereka menyadari dalam jangka pendek akan ada biaya lebih yang mesti dikeluarkan penambang ramah lingkungan, tapi pemerintah hadir lewat insentif fiskal yang bisa meringankan beban perusahaan tersebut.
“Inilah kunci untuk membangun dunia usaha yang berkelanjutan dan andal. Tidak dipaksa melalui jalan sulit dengan peta jalan yang buram,” terangnya.
“Semua petunjuk diatas merupakan analisa kami yang belum tentu sepenuhnya benar. Satu hal yang perlu kita cermati adalah tidak berpengaruhnya biaya tenaga kerja yang lebih mahal di Australia terhadap masuknya investor ke sana. Paling tidak bukan sebagai faktor penentu investor berinvestasi di sana. Investor lebih punya ketertarikan terhadap perusahaan dan peluang bisnis yang ramah lingkungan. Semoga kita diberi kemampuan untuk belajar dari kerjasama Tesla dengan BHP di Australia. Aamiin,” tutup Arcandra. [Xan/Ses]
Berita Utama

Kia Carens di Indonesia Akhirnya Tanpa Varian Diesel, Apa Alasannya?
Berita Otomotif
Naik Harga ‘Tipis’, New Audi Q7 Mild Hybrid Cuma Ada 6 Unit Tahun Ini
Berita Otomotif